Suarkabar, Padang– Heboh penutupan patung Bunda Maria di Rumah Doa Sasana Adhi Rasa St. Yacobus di Kulon Progo, DIY, berikut penjelasan polisi.
Beredar sebuah unggahan di media sosial menyebutkan, penutupan dilakukan usai aksi salah satu ormas yang mengutarakan ketidaknyamanan atas keberadaan patung itu.
Kejadian ini terjadi pada Rabu, 23 Maret 2023. Ormas tersebut menyatakan keberadaan patung dianggap mengganggu umat Islam yang melaksanakan ibadah di Masjid Al-Barokah menjelang Ramadan 2023.
Lalu, jajaran kepolisian yakni Kanit Binmas beserta 5 anggota Polsek Lendah, Kulon Progo disebut juga turut ikut melaksanakan pengamanan pemasangan penutup patung Bunda Maria tersebut.
Hal itu lantas langsung dikonfirmasi oleh pihak Kapolres kulon Progo.
Kapolres Kulon Progo AKBP Muharomah Fajarini menyebutkan bahwa narasi yang beredar tersebut merupakan kesalahpahaman anggotanya dalam menuliskan laporan kegiatan.
“Gagal paham, kami mohon maaf. Anggota salah dalam penulisan narasi, sehingga seolah-olah bahwa penutupan itu tekanan dari ormas,” kata Fajarini di Mapolres Kulon Progo pada Kamis, 24 Maret 2023 yang dikutip dari berbagai media.
Fajarini menjelaskan, penutupan patung menggunakan kain terpal justru inisiatif pemilik Rumah Doa itu sendiri bernama Yakobus Sugiarto yang berdomisili di Jakarta.
Lebih lanjut, pihak keluarga yang membangun rumah doa itu baru bersiap melakukan sosialisasi kepada masyarakat, pemerintah desa, dan Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) setempat.
Maka, pemilik rumah doa menyampaikan kepada adik kandungnya untuk menutup sementara patung Bunda Maria tersebut dengan terpal. Sehari-hari, pemilik rumah doa itu berdomisili di Jakarta, sedangkan sang adik tinggal di Kulon Progo.
”Inisiatif menutup menggunakan terpal tersebut adalah murni dari pemilik rumah doa dan yang melakukan penutupan adalah keluarga, dalam hal ini adik kandung pemilik rumah doa,” jelas Fajarini.
Terkait informasi yang menyebut penutupan patung Bunda Maria itu dilakukan sebagai tindak lanjut kedatangan organisasi kemasyarakatan (ormas), Fajarini menyatakan, informasi tersebut merupakan kesalahpahaman.
Hal itu terjadi karena ketidakpahaman anggota kepolisian yang menulis laporan.*